Powered by Blogger.

Catatan Astri

I read, teach, travel, cook, learn new things, and write it

  • Home
  • My Words
  • IT 'n Science
  • Q-World
  • Oase
  • Let's Go!
    • Life at Enschede
    • Mumbai Story
    • Travelling
  • Ke Dapur
  • None Of Them

CATEGORY >

Kalau ditanya kenapa dulu daftar shortcourse di ITC, sebenarnya saya tidak punya jawaban yang ilmiah. Saat memilih program studi shortcourse, pertimbangannya adalah yang kurang dari 6 bulan (karena saya tetap harus mengajar, dan course 6 bulan berarti mengajukan tugas belajar, yang prosedurnya amat sangat rumit), diawali setelah UAS semester ganjil dan berakhir sebelum pertengahan semester genap, dan bidang ilmu yang baru. Saat itu ada beberapa pilihan, pilihan yang paling banyak memenuhi persyaratan adalah Introduction to Geoinformatics dan juga bertepatan dengan akan dimulainya mata kuliah Sistem Informasi Geografis di semester genap. Dan sejak awal saat browsing tempat study, saya membaca literatur bahwa ITC akan menyediakan tempat tinggal di ITC Hotel. Biaya seluruhnya dibayarkan secara otomatis dari beasiswa StuNed oleh ITC.


Saya mendapat kamar di lantai 2 nomor 210. Hmm aksesnya bisa double karena berarti masih terjangkau naik tangga dan bisa juga memakai lift. Lebih sering memakai tangga sebenarnya, sekalian olahraga. Saya memakai lift hanya kalau jalan tidak sendirian dan sedang terburu-buru. Karena lantai 2 juga, masih ada akses WiFi, yang biasanya hanya penghuni lantai satu dan lantai dasar yang mendapat sinyalnya. Jadi akses internet pun ada pilihan, dengan kabel dan WiFi. Selama tinggal di Belanda saya tidak pernah mengaktifkan paket internet. 

Saya memang memakai kartu Lebara, tapi hanya digunakan untuk sms ke tanah air. Saat berangkat, saya memakai kartu Mentari, dan tetap aktif selama di Belanda. Akan tetapi jika digunakan untuk reply sms, cepat sekali habis pulsanya, Rp. 7500/sms. Itu sebabnya saya menggunakan simcard Lebara, itupun diperoleh gratis, saya hanya membeli pulsanya saja. Komunikasi sebagian besar menggunakan whatsapp, BBM, email dan Facebook chat. Jadi keberadaan WiFi di lantai 2, membuat hape saya tetap bisa terhubung dengan internet. Jika  ke kampus, ada WiFi kampus, dan kalau jalan-jalan, memaksimalkan WiFi di kereta  (T-Mobile), stasiun (KPN) dan tempat-tempat umum yang menyediakan free WiFi.

Room 210
Kamar-kamar di ITC Hotel dibagi menjadi 2 sayap, Satu/dua angka pertama adalah nomor Lantai, dan dua angka selanjutnya adalah nomor kamar. Nomor kamar terdiri atas kamar yang nomornya dibawah 20 an dan diatas 20 an. Setiap sisi memiliki satu dapur bersama. Waktu check-in, karena diantar Rusydi, si resepsionis hanya menanyakan nama dan memberikan satu paket berkas yang sudah disiapkan oleh Admission ITC plus kunci kamar. Bahkan secara eksplisit, dia bilang sambil menunjuk Rusydi, he will explain what you have to do and going around here, have a nice stay ^_^.

Isi berkas seputar, apa saja yang harus dilakukan dan disiapkan saat pertemuan pertama keesokan harinya, dimana kelasnya, bagaimana mendaftar koneksi internet dan lain-lain. Rusydi juga memberitahu, untuk koneksi internet, kita dapat meminjam kabel dari resepsionis dengan meninggalkan deposit 5 Euro. Juga untuk dapur, masing-masing mendapatkan kunci laci dapur dengan deposit 20 Euro. Deposit akan dikembalikan saat kita memberikan kunci dapur dan kabel LAN kembali.

Setiap lantai memiliki jadwal untuk dibersihkan sepekan sekali, berbeda-beda. Untuk lantai 2, jadwalnya setiap hari Jum'at. Jadi kalaupun jum'at pagi, meninggalkan kamar berantakan maka sorenya, Anda akan menemukan kamar yang rapi dan bersih, selimut dan sprai diganti termasuk kamar mandi juga dibersihkan. Kaca jendela, balkon dan isi lemari es kecil di kamar juga memiliki jadwal kebersihan masing-masing. Yang perlu dilakukan hanyalah mencuci dan menyetrika baju sendiri. Ruang laundry ada di lantai dasar. Ada 4 (eh 3 apa 4 ya) mesin cuci, 1 mesin pemeras, 2 mesin pengering, dan 2 setrika di ruang laundry. Mesin cuci dan pengering perlu bayar, tapi mesin pemeras dan setrika gratis. Hanya sesekali saya menggunakan mesin cuci, karena biayanya lumayan. Kita perlu membeli koin seharga 4.4 euro di resepsionis untuk mesin cuci dan mesin pengering. Yang lebih sering, saya mencuci dua hari sekali, menggunakan wastafel di kamar, menggantung di kamar mandi sampai air tidak menetes, dan mendekatkan cucian dengan heater kamar, dalam dua hari cucian sudah siap disetrika.


Mesin cuci dengan instruksi kerja pemakaian
Mesin pengering
Oh ya, langkah menghemat selanjutnya adalah masak sendiri. Ada dua dapur bersama di setiap lantai untuk masing-masing sisi. Makan siang memang bisa membeli di cafetaria kampus. Tapi kalau makan malam diluar biayanya lumayan. Plus, lidah Indonesia saya tidak tahan dengan makanan disana. Saya sudah terbiasa tidak makan nasi, makan kentang dalam bentuk apapun bisa lah, tapi saya paling tidak tahan kalau tidak makan sayur. Secara di sana yang namanya sayur hanya ada dalam bentuk salad saja. Jadi isi paling banyak di kulkas di kamar adalah stok sayuran. Di dapur, ada kompor induksi, artinya alat masaknya juga harus yang bisa dipakai untuk kompor induksi, satu microwave, satu oven dan satu toaster. 

Tiap kamar mendapat satu laci untuk menyimpan peralatan masak. Ada juga dua freezer besar yang berisi rak-rak untuk menyimpan makanan beku. Biasanya saya belanja daging sapi atau ayam dua pekan sekali di Swalayan yang menjual daging halal, ADA. Tidak semua mahasiswa memasak, seingat saya hanya dua kamar tetangga saya yang freezernya terisi dan sering berpapasan jika sedang memasak di dapur, yang dari India dan seorang lagi menempuh S2 dari China.

Freezer dengan label nomor kamar
Papan pengumuman di dapur

Kompor induksi
Peralatan survival, satu pan, satu panci, pisau dan talenan
Toaster dan Oven
Microwave
Wastafel..hmm untuk amannya saya punya spons cuci piring sendiri

Di Lantai dasar, selain ada ruang laundry, juga ada ruang tempat bermain tenis meja, Globe untuk ruang belajar atau acara khusus, juga kotak surat untuk seluruh kamar. Satu pekan pertama, karena masih adaptasi dengan cuaca dingin yang menggigit, saya bahkan tidur dengan 3 lapis pakaian plus selimut tebal. Bulan kedua, baru berani kadang-kadang membuka pintu yang ke balkon. Bulan ketiga, heater saya hidupkan karena fungsi gandanya mengeringkan pakaian hehehe

Mesin printer, scan dan fotocopy yang terhubung dengan jaringan Follow-Me 
Deretan kotak surat penghuni ITS sesuai nomor kamar
So far, ITC hotel tempat yang sangat nyaman untuk istirahat. Ada lemari besar yang hanya terisi seperempatnya oleh baju-baju saya, lemari untuk buku dan barang-barang, meja belajar, meja kecil dan TV yang berfungsi seperti radio hahaha TV itu hanya hidup kalau saya merasa butuh mendengarkan ada orang bicara, tidak semua channel berbahasa Inggris.

Salah satu sudut Lobby hotel, setiap duduk di meja ini dengan laptop, teman-teman pasti menebak, lagi pesan tiket jalan-jalan ya :p

Colourful and nice sofa di Lobby hotel 

Yup, its a nice place to stay..

Share on:
Setiap bertemu dengan orang Indonesia di Enschede biasanya ditanya,

-master atau PhD ? terus dijawab, ndak, saya shortcourse saja 3 bulan di ITC
-sendirian? Iya, sendirian dari Indonesia

Mahasiswa asal Indonesia di Enschede lumayan banyak, setiap ke swalayan atau pasar biasanya ketemu orang Indonesia. Biasanya juga yang ikut shortcourse itu rombongan, atau satu kelompok. Plus Enschede termasuk kota kecil (kalau nggak mau disebut desa) dibandingkan kota lain seperti Amsterdam misalnya. Jadi intensitas bertemu orang Indonesia lain sangat besar. Postingan ini akan bercerita asal muasalnya kenapa saya bisa terdampar di Enschede.

Berawal dari masa studi S2 di Surabaya yang menyebabkan saya pulang di tengah semester. Saya pulang bulan April, sudah masuk pertengahan semester genap. Karena terlalu bersemangat, sebagai abdi negara yang baik, saya segera mengaktifkan tugas belajar. Ternyata, jadi PNS memang tidak mudah hehehe, secara administratif, surat aktif dari rektor memang hanya 2 pekan sudah diperoleh, tapi surat aktif dari Dikti, perlu 7 bulan untuk sampai di tangan saya. Tanpa surat aktif dari Dikti, saya tidak bisa mengurus jabatan fungsional, kenaikan golongan apalagi sertifikasi dosen. Karena datang di pertengahan semester, saya tidak mendapat tugas mengajar, terlewat waktu pengajuan proposal penelitian ataupun pengabdian masyarakat. Jadilah saya pengangguran yang tetap datang ke kampus setiap hari. Waktu itu saya lebih banyak browsing dan dan blogwalking. Iseng juga mengikuti kompetiblog yang diadakan oleh Nuffic Neso, dan sempat jadi finalis yang diundang ke Jakarta.

Saat berkunjung ke kantor NESO itulah yang membuat saya jadi iseng juga memasukkan lamaran beasiswa Shortcourse. Neso menawarkan banyak beasiswa, info selengkapnya bisa dilihat di http://www.nesoindonesia.or.id/beasiswa . Saya mengikuti beasiswa Stuned. Stuned memiliki dua jenis beasiswa, master dan shortcourse. 

StuNed Award Letter
Kenapa short course (pelatihan singkat) ? kenapa tidak ambil PhD ? pertama karena saya baru pulang S2, ada banyak hal administratif yang ingin diselesaikan. Kedua, belum mendapat ijin keluarga dan menurut saya disertasi membutuhkan komitmen tinggi, setelah tesis, saya merasa perlu meng-upgrade komitmen penelitian dalam bentuk lain, bukan disertasi.

Jadi, pilihan jatuh kepada beasiswa shortcourse. FYI, ini kali ketiga saya mengirim beasiswa ke Belanda. Dua kali sebelumnya, saya mengirim beasiswa untuk master, dan berujung dengan mengambil S2 di ITS.

Berikut adalah persyaratan untuk beasiswa shortcourse:

1. Warga Negara Indonesia, dibuktikan dengan: fotokopi KTP atau Kartu Dinas Pegawai Negeri

2. Diterima di salah satu program short course yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan tinggi di Belanda, dibuktikan dengan: Surat Penerimaan (letter of acceptance / admission letter) dari universitas di Belanda yang mencantumkan dengan jelas nama program studi, tanggal awal dan akhir program studi yang dipilih serta total biaya perkuliahan.
3. Pendidikan minimal S1 atau setara dan dapat menunjukkan bukti prestasi akademik (IPK min. 2,75); dibuktikan dengan: transkrip dan ijazah yang dilegalisir dengan tanggal dan tahun kelulusan tercantum didalamnya.
4. Pengalaman kerja (setelah lulus S1) minimal 2 tahun di institusi terakhir,dibuktikan dengan: fotokopi Surat Keputusan pengangkatan pegawai (SK) atau kontrak kerja.
5. Persetujuan dari institusi; dibuktikan dengan: pernyataan resmi dari pimpinan institusi di atas materai yang menyatakan bahwa stafnya diizinkan untuk studi di Belanda. Pernyataan ini dituliskan di formulir StuNed.
6. Pernyataan bersedia mengikuti dan menyelesaikan seluruh perkuliahan selama menerima beasiswa yang dituliskan di formulir StuNed;
7. Memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik; dibuktikan dengan: hasil Internet Based Test (IBT) TOEFL dengan skor minimal 79, atau IELTS minimal 6.0.
8. Riwayat hidup (Curriculum Vitae) dengan menggunakan formulir standar yang terdapat di website;
9. Prioritas diberikan untuk staf mitra kerja Kedutaan Besar Belanda;
10. Tidak ada batas umur.

Deadline
1 Maret (untuk program yang dimulai antara 1 Juli s/d 31 Desember); 1 Oktober(untuk program yang dimulai antara 1 Januari s/d 30 Juni)
 

Program Studi
Semua program studi short course yang ada di http://www.studyfinder.nl/ dengan masa studi maksimal 6 bulan.
Nah dengan pengumuman tersebut, saya kemudian mengumpulkan dokumennya. Saya mengirimkan dokumen 4 hari sebelum 1 Oktober. Mulai mencari LoA dari Universitas 3 pekan sebelum deadline (JANGAN DITIRU!), namun akan lebih baik jika jauh sebelumnya kita sudah mendapatkan LoA.

1. Pertama kita harus mendapatkan LoA dari Universitas, Buka link study finder, dan semua program studi short course yang maksimal 6 bulan dapat diajukan ke Stuned. Pilihan saat itu jatuh ke ITC, Introduction to Geoinformatics, karena waktunya bertepatan dengan selesainya semester ganjil dan selesai sebelum UTS semester genap. Kebetulan juga ITC membuka pendaftaran shortcourse secara online, kita hanya perlu mengunggah dokumen yang diperlukan, LoA dan invoice dikirimkan juga melalui aplikasi di web. Proses sampai mendapat LoA sekitar 1-2 minggu.

Dokumen yang diunggah melalui LoA termasuk standar, seperti transkrip dan ijazah S1 dan S2, motivation statement dan hasil tes kemampuan Bahasa Inggris. Nilai yang diminta bervariasi sesuai program studi, tapi kebanyakan nilai yang diminta antara 5.5 sampai 6 untuk IELTS.

Bagaimana mendapatkan nilai IELTS? Anda bisa mendaftarkan diri mengikuti tes yang diadakan IDP Indonesia. Alhamdulillah akhir tahun 2012, saya iseng juga mengikuti tes IELTS gratis yang diadakan Dikti di Surabaya untuk penerima beasiswa Dikti.

2. Setelah LoA diperoleh, isilah formulir yang disediakan oleh Neso, anda harus mendapatkan ijin pimpinan untuk mendaftar shortcourse, tanda tangan dan pernyataan pimpinan disediakan di formulir. Setiap kandidat yang diterima, nantinya harus kembali ke Indonesia dan dapat membantu Indonesia melalui institusi tempat bekerja. 

3.Kirimkan semua berkas dan lampirannya ke Kantor Neso di Menara Jamsostek. Perhatikan baik-baik deadline pendaftaran, akan lebih baik jika dikirimkan dan sampai sebelum deadline. Satu - dua pekan kemudian Anda akan mendapat informasi apakah berkas sudah sampai dengan baik di kantor Neso.

Pengumuman diterima 9 Desember 2013, dan sampailah saya di kampus ini ^_^.

ITC Campus from room 3-145
Ayooo siapa mau ikut belajar dan jalan-jalan ke Belanda??
Enschede, 29 Januari 2014.



Note to myself : tidak ada yang iseng dan kebetulan di dunia ini, setiap langkah merupakan skenario Allah. Iseng dari diri kita merupakan cara Allah memberikan ide untuk kita, tergantung kita, mau ambil hikmah yang ada apa ndak.
Share on:


Ini postingan ringan saja, menunggu waktu shubuh disini yang mendekati jam 7 pagi, diluar masih gelap dan sepi. Mengingat kalimat Ustadz di pengajian IMEA (Indonesian Moslems in Enschede Association) kemarin,  Ngapain sih kamu disini? Haha saya ambil pertanyaan dari sisi realitas saja ya. Ngapain sih, jauh-jauh pelatihan sampai Belanda, sudahlah kedinginan level mentok, jadwal kuliahnya padat merayap terus ambil  pelatihan yang isinya ilmu benar-benar baru juga T_T.

Dan seperti kepindahan saya yang sebelum-sebelumnya, ke Jogja, ke Perth, ke Surabaya, saya tetap tidak mengerti skenario Allah ini pada awalnya. Tapi saya yakin Allah punya grand design cerita yang pasti terbaik buat seorang Astria Hijriani.

Yup, ini pindahan yang kesekian kalinya. Konon kabarnya, orang tua memberi nama Hijriani karena pada saat sebelum lahir, Bapak dipindahkan tugas dari Jambi ke Lampung. Dan katanya, nama itu do'a, hehehe setidaknya dikeluarga saya, saya paling seriiing pindahan, boyongan dan usung-usung koper, tas, kardus dan kotak-kotak besar hehehe. Pindahan dalam hal ini dihitung sebagai menetap 'agak lama', katakanlah..durasinya adalah melebihi batas dibolehkannya jama' dan qashar shalat (2 bulan kalau nggak salah ya).

Kita coba hitung ya, berapa kali saya pindahan
1. Kelas 1 SMP, karena selalu mabuk kendaraan, dan rumah saya jauh di pelosok Lampung sana, saya jadi anak kost kelas 1 SMP, cuma setahun sih, tapi..tetap boyongan kan namanya
2. Kelas 1-3 SMA, dan lagi...karena SMA saya mesti naik angkot dua kali, dan saya selalu mengeluh sakit kepala dan mabuk kendaraan (lagi) pas pulang sekolah, orang tua mengabulkan rengekan saya untuk nge-kost dibelakang SMA 1 Metro.
3. Kuliah di Jogja, Kost pertama di Terban
4. Kuliah di Jogja juga, tahun kedua pindah ke kontrakan di Karanggayam, Qurrota A'yun tercinta ^_^
5. Masa kerja, pertama kali tinggal di Bandar Lampung kost di Jalan Dakwah, waktu tahun pertama jadi dosen di Darmajaya
6. Kost eh pindah ke rumah kakak di Susunan Baru ^_^V
7. Homestay 3 bulan di Australia, yang ini dampak pelatihan 3 bulan di Fremantle Education Centre, tercatat dua tempat yang didatangi, rumah Shirley dan Tony Pappasergio dan rumah mbak Titik
8. Balik dari Aussie, masih stay di rumah kakak di Susunan Baru
9. Kost di PP Nor Khasanah, Surabaya sampai selesai S2
10. Kost di Gang A Somad no.11, Jalan Untung Surapati setidaknya sampai saya berangkat ke Belanda ini
11. Dan ini sekarang tempat tinggal saya untuk 3 bulan ke depan, ITC Hotel,, 4, Boulevard 1945, Enschede.

Tidak saya hitung perjalanan baliknya ya, kalau perjalanan baliknya dihitung berarti kalikan saja dua kali, berarti saya sudah boyongan sekitar 20 kali hehehe Pindahan yang menetap agak lama seperti dari Jogja, Surabaya atau pindahan kost berarti boyongannya lumayan banyak. Sebagai contoh, pulang dari Jogja, saya membawa 10 kardus hanya untuk buku saja hehehe. Pulang dari Surabaya, saya mengirim 150 kilo melalui jasa pengiriman Rosalia Indah plus over bagasi di pesawat yang saya naiki.

Dan saya harus mengucapkan banyak terimakasih untuk seluruh orang yang selalu membantu proses kepindahan saya. Untuk postingan ini, terutama untuk proses pindah sementara ke Enschede.

Bagasi lumayan berat, 23 kg

Mostly, for Allah, for everything..

Buat Ibu, yang mengikhlaskan anaknya pergi jauh (lagi), karena larangan beliau untuk S3, maka anaknya yang jahil ini mengambil beasiswa shortcourse dari StuNed. Maaf juga bu, belum bisa ngasih LOA dari Mertua, in facts..it was easier to get LOA from University :p semoga Allah mengabulkan doa ibu untuk LOA yang satu itu. Aamiin.

Buat kakak dan keluarganya, yang paling saya repoti untuk seluruh urusan pindah-pindah saya dan angkut mengangkut.

Buat rekan-rekan di Jurusan Ilmu Komputer Unila, terimakasih untuk petisi tanda tangannya, tanpa tanda-tangan kalian saya gak bisa berangkat. Buat Bapak-bapak di Kepegawaian Dekanat dan Rektorat juga, terimakasih sudah direpotkan.

Buat ibu kost dan keluarga, ray, and mbak Mila... your back-up support for everything, hehehe berkas SIPKD terutama

Buat staf Nuffic Neso Indonesia, yang selalu welcome dengan informasi dan bantuannya hehehe

Buat semua mahasiswa, yang sudah diajukan semua jadwal ujian akhir dan project akhirnya. Untuk sementara, saya kabur belajar (dan jalan-jalan) dulu ya nak, we will meet again after Mid-term Exam..

See you at the next posting
Enschede, 27 Januari 2014

First pic from http://gwelagi.blog.com/2012/08/28/pindah-rumah/
Share on:
Waktu perkuliahan dimulai hari Senin lalu, all day, sejak pagi hingga sore. Hari Rabu, kuliah hanya setengah hari. Sorenya, saya dengan Verah, peserta shortcourse dari Zimbabwe menyempatkan belanja ke Albert Heijn, kami membeli beberapa bahan makanan seadanya untuk makan malam. Makan siang, masih membeli di Kafe Kampus. Secara, mau memasak pun perlu peralatan, dan kami tidak memiliki peralatan memasak. Setelah dari Albert Heijn, kami pergi ke Action untuk membeli peralatan mandi dan lain-lain. Saya memang membawa juga dari Indonesia, tapi dalam kemasan kecil, mungkin sepekan atau dua pekan akan habis.

Hari Jum'atnya, saya dan Verah kembali menyusuri supermarket di Enschede, Action dan Hema untuk membeli peralatan memasak. Peralatan memasaknya pun sederhana, cukup 1 panci, 1 wajan, pisau dan talenan. Hari Sabtu, Aufar mengatakan akan menemani ke Ada Supermarket untuk membeli daging halal. Saya pun mengajak Verah untuk membeli daging. Setelah dari Ada, Aufar mengajak ke Open Market.

Nah, berikut adalah rute jalan-jalan kami hari itu.
ITC Hotel - ADA - ITC Hotel - Open Market - ITC Hotel


Open Market atau Open Markt dalam ejaan bahasa Belanda adalah pasar dadakan yang diadakan di lapangan terbuka, semacam alun-alun di pusat kota Enschede. Open Markt diadakan setiap hari Selasa dan hari Sabtu. Saat itu baru terlihat kalau kota kecil ini banyak penghuninya, selain Open Markt day, maka pusat perbelanjaan kota ini pun tidak terlalu ramai, wajar jika Enschede lebih cocok disebut sebagai desa hehehe. Setiap menjelang sore hari, harga barang akan lebih rendah, terutama harga sayuran, makanan dan buah-buahan. Para penjual akan berlomba membeli discount, agar jualan mereka segera habis. Jadi datanglah diatas jam 5 sore. Jam 6 sore, seluruh kios akan dikemas rapi dan H.J Van Heekplein  akan menjadi lapangan terbuka kembali.

Nah, berikut adalah foto-foto yang berhasil saya capture dari suasana Open Markt
Lapangan yang sepi jadi ramai

Souvenir khas Belanda

Aneka Magnet Kulkas

Aneka Buah-buahan

Sayuran aneka rupa

Permen dan Coklat

Berebut Cookies dan Makanan ringan

Tas dengan beragam harga

Obat-obatan juga ada

Bunga..banyak tulip, tapi harganya..hmmm
Setelah puas keliling Open Markt, kami tidak langsung pulang ke hotel, hari itu Aufar menunjukkan lokasi Jumbo Supermarket dan Tai Wing. Di Tai Wing, dijual juga tempe, tahu dan banyak makanan asal Indonesia. Sejauh-jauhnya merantau, pilihan lauknya tetap sama tempe :p.
Share on:
Saat check in, pengelola hotel sebenarnya menyampaikan, kalau mau nasi padang, ada di warung sebelah mbak, kalau mau nasi goreng tinggal bilang saja ke Pak Satpam, nanti dibelikan. Tapi karena kelelahan berdiri all day di busway, saya memilih cukup dengan makan sore di Gambir dan pengen tidur, karena Sabtu akan menempuh perjalanan 16 jam. 

Waktu menginap, hotel Maven ini baru selesai dibangun. Bau triplek baru pembatas ruangan masih terasa. Yaa untuk harga 150 ribu lumayan, tempat tidur, AC, TV, kamar mandi juga bersih. Suara dari kamar sebelah kadang-kadang terdengar. Hmm saya tidak mau pusing memikirkan suara apa saja yang saya dengar. Oh ya ini penampakan kamarnya.


Meski pagi mendung, dan sore gerimis, malamnya Jakarta diguyur hujan yang amat sangat deras. Kamar ada di Lantai 1, daaaan daerah Gunung Sahari termasuk daerah yang rawan banjir. Jadi rencana istirahat agak terganggu, saya malah terjaga, dan kadang memeriksa keluar, karena jelas sekali penjaga hotel menyatakan air mulai naik. Setiap lima belas menit sekali, Satpam menyapu air dari teras hotel hehehe, usaha yang agak sia-sia karena air di jalanan memang sudah penuh. 

Sampai jam 7 pagi kondisi depan hotel masih seperti berikut.


Saya mencoba sabar menunggu, akhirnya..jam 8 lewat jalan sudah bisa dilewati. Ada beberapa daftar yang harus saya lakukan hari itu dengan catatan jam 3 sore, saya sudah harus berangkat ke Soetta.

1. Mengambil paket yang bolak-balik Jakarta-Lampung-Jakarta ke Pool Damri di Gambir
Selesai dalam waktu 45 menit, karena Gunung Sahari memang dekat Gambir.

2. Kembali ke Mangga Dua buat beli jaket
Sebelumnya, saya sudah memastikan toko Johan dan toko Farina buka hari itu. Jadi dari Gambir, saya kembali menempuh perjalanan dengan busway ke Mangga Dua. Satu hal fatal yang saya lupa. Ke Mangga Dua itu jalur busway terakhir berhenti di halte Kota, dan antara halte busway menyeberang ke tempat angkotnya, harus melalui jalan bawah. Hujan deras yang mengguyur semalaman, menyebabkan seluruh terowongan bawah tanah itu digenangi air, lumayan, sampai betis mendekati lutut.


Dan ini juga yang menyebabkan saya membawa baju basah ke Belanda hehehe. Akhirnya sampai juga saya di Toko Johan. Dan akhirnya beli jaket seharga 350 ribu. Saya memilih jaket yang bagian dalamnya bisa dilepas, sehingga saya jika musim dingin usai, jaket bisa lebih tipis, dan bisa juga dipakai kalau pulang ke Indonesia. Berhasil menemukan jaket yang dicari, saya sempat kesasar di pertokoan seberang Mangga Dua. Pertama karena deretan toko elektronik begitu menarik (beli power bank, murah meriah), juga karena saya kesulitan mencari pintu keluar.

3. Menukarkan Rupiah ke Euro
Dari Mangga Dua, karena tidak memungkinkan balik melewati stasiun kota yang terendam air, saya memilih baik Bajaj menuju tempat penukaran uang. Selain itu yang berani lewat cuma bajaj, saat itu banjir baru surut dan di beberapa ruas masih terendam sampai 50 cm. Sebelumnya, diskusi dengan Aji via whatsapp, Aji memberi alternatif tempat penukaran. Saya memilih yang paling dekat, PT Ayu Masagung di Jalan Kwitang, lokasinya di Lantai 2 Toko Buku Gunung Agung. Saya tidak memperhatikan rate dan membandingkan dengan yang lain, tapi kata beberapa review ratenya bagus. Target saya adalah sebelum jam 2 saya sudah harus sampai Hotel Maven lagi.


4. Packing 

Sampai hotel, saya masih sempat beli nasi padang, makan siang, packing dan siap-siap. Jam 3.30, taksi yang dipesankan petugas hotel sampai. Jam 4, saya sudah meluncur ke Soetta. 

Satu jam perjalanan, taksi diguyur hujan deras. Alhamdulillah akhirnya sampai di Soetta. Karena pesawat berangkat jam 7 malam, maka saya memutuskan duduk, sambil memeriksa checklist perlengkapan, menarik nafas lega, akhirnya sampai juga.

Iseng, menunggu waktu check in di Soetta

Share on:
Sepekan sebelum berangkat, saat mengurus visa, saya tidak sempat mencari perlengkapan yang akan dibawa ke Belanda. Pertama, karena setelah urusan visa selesai (akan diambil staf Neso) saya tidak sempat belanja. Kedua, karena saya mabuk berat, yup penyakit ndeso saya kambuh karena saya naik taksi dari Menara Jamsostek ke salah satu Mall untuk mencari jaket musim dingin. Jadi hanya sepekan waktu tersisa untuk menyiapkan perlengkapan yang harus dibawa


Disamping menyelesaikan semua laporan project dengan mahasiswa, UAS dan koreksi UAS, berikut beberapa hal yang dipersiapkan.

1. Koper
Pertama, saya periksa batas bagasi maskapai. Malaysia Airlines mengijinkan 30 Kg masuk ke bagasi, plus 7 Kg masuk ke Kabin. Oh ya, tas punggung berisi laptop dan charger laptop, HP dan kamera juga diijinkan masuk ke kabin. Dengan pertimbangan pergi tiga bulan, koper besar diputuskan untuk pinjam ke Unun yang pernah bermukim di Belanda, plus akhirnya tas yang dibawa ke kabin pinjam ke mbak Mila, karena saya merasa membutuhkan tas yang beroda. Tas yang dibawa ke kabin, berisi baju satu stel plus jaket.

2. Baju
Ini yang agak berat, secara, satu stel pakaian standar yang dipakai saja jumlahnya banyak, jadi saya putuskan saya membawa:
a. 4 rok, dan satu celana panjang jika dibutuhkan
b. 5 atasan, 3 kaos,
c. 2 stel pakaian santai, 2 kaos oblong
e. Jilbab segi empat, varian warna biru, pink/ungu, coklat (jilbab warna dua sisi sangat membantu)
f. handuk kecil, sajadah, plus mukena parasut
g. Jilbab kaos 3 buah
Meski tidak berkeringat karena cuaca dingin, tetap saja ganti baju setiap hari, kalau sepekan sekali nggak mencuci, saya bakal kehabisan baju hehehe

3. Perlengkapan obat dan pribadi
a.Al Qur'an plus dokumen penting (paspor, visa, acceptance letter, award letter, admission statement dll)
b. dua resep obat dari dokter kulit, karena nggak memungkinkan beli disana
b. karet chain dan ring o, plus sonde dan klem (kayaknya itu namanya) buat ganti sendiri karet bracket di Belanda
c. sabun, pasta gigi, detergen, lotion dll, ukuran kecil untuk seminggu pertama
d. sepatu, satu kets dan satu sandal. Dan dua-duanya gak kepake, karena sepatu yang saya bawa bikin lecet dan kemana-mana akhirnya saya pakai kets yang saya beli di Enschede,
e. Jarum, bros dll, dua tupperware
e. Satu paket tupperware buat bawa bekal makan siang
f. Obat-obatan, dua kotak tolak angin, obat sakit kepala, obat flu, minyak kayu putih, betadine. Saat berangkat, saya sedang batuk dan flu berat, Alhamdulillah malah sembuh sampai Belanda.

Penampakan karet untuk gigi, sonde dan klem
4. Perlengkapan musim dingin
a. Satu jaket buat musim dingin
b. 2 jaket tipis
c. 2 long john
d. 2 sarung tangan dan kaos kaki wol

Point 1 sampai dengan 3 bisa saya dapatkan di Lampung. Tapi barang no 4, terpaksa saya harus cari di Jakarta. Jaket yang layak pakai untuk musim dingin itu yang paling penuh perjuangan nyarinya hehehe.Waktu shortcourse saya merupakan akhir musim dingin dan musim semi. Saya sempat mengontak PPI Belanda, mengirim message ke mas Handika dan diteruskan ke Rusydi (Ketua PPI Enschede), diberitahukan juga bahwa meski tidak ada salju, tetap saja cuacanya masih dingin. Jaket terakhir yang agak tahan dingin, yang dipakai waktu dulu di Perth sepertinya tidak cukup. Karena khawatir tidak sempat ke Mangga Dua, saya memesan lewat online dua stel long john dan sarung tangan ke Toko Djohan. Kondisi banjir di Jakarta waktu itu cukup mengkhawatirkan.

Dan ternyata, keputusan itu kurang tepat.
Saya lupa, jika week end pengiriman barang tidak aktif dan ada hari libur pada hari Selasa, 14 Januari. Sampai tanggal 16 Januari, sore, pihak TIKI tidak bisa mengkonfirmasi kapan paket tersebut sampai. Akhirnya, saat Jum'at pagi berangkat ke Jakarta, saya hanya bisa menitip pesan ke mbak Mila, jika paket sampai, kirimkan kembali ke Jakarta hahaha.

Benar saja, setelah mendarat di Soeta, pihak TIKI menelpon barang sampai di Lampung. Saya meminta bantuan mbak mila untuk mengambil di TIKI dan mengirim kembali lewat bis Damri, yup barang itu cuma bolak balik Jakarta-Lampung-Jakarta hehehe Paket bolak balik itu adalah 2 stel long john, plus sarung tangan dan kaos kaki.

Sampai  di Jakarta Jum'at pagi, saya menuju Gambir dengan naik bis bandara-Gambir. Ternyata, menyeret koper 23 Kg bukan perkara mudah saudara-saudara. Sampai Gambir saya menitipkan koper besar itu ke penitipan barang di Gambir. Kemudian dengan busway, menuju Menara Jamsostek mengambil visa. Dari Menara Jamsostek, saya menuju Mangga Dua dengan busway.. Setelah dengan perjuangan panjang.. baru pertama kali naik busway ke Mangga Dua, ternyata oh ternyata...si Toko tutup. T_T.

Sempat mengirim bbm dan whatsapp ke pemilik toko, jadi karena beritanya hari itu banjir tinggi, pemilik toko memutuskan untuk menutup tokonya.. Iya sih, waktu itu banjir diatas 50 cm, pas saya nyampe agak sore makanya sudah surut. Mencoba keliling mencari alternatif, eh harganya tidak sesuai budget. Akhirnya saya balik ke Gambir, mengambil tas di penitipan Gambir, makan siang + sore di Gambir dan memutuskan untuk menuju hotel yang dipesan sebelumnya, hotel Maven Gunung Sahari.

Hotelnya lumayan untuk harganya, waktu itu saya dapat harga 150 ribu/malam. Berbekal alamat di internet saya memutuskan menggunakan taksi, tempatnya nyempil, menyusuri jalan gunung sahari 3 dari ujung ke ujung tidak ketemu. Si sopir taksi sudah memutar dan menawarkan berhenti di hotel lain, tapi saat menyusuri ulang jalan tersebut untuk menuju hotel alternatif malah hotelnya ketemu. Seluruh perjalanan hari Jum'at itu ditemani gerimis, dari rintik-rintik sampai deras.

Karena lelah, semalaman saya memang ingin istirahat saja di hotel, malamnya malah merasakan banjir Jakarta memang mencekam. Cerita selanjutnya, next posting yaaa :)

Share on:
Sampai di Schiphol International Airport jam 05.30 minggu pagi waktu Amsterdam. Setengah jam sebelum mendarat semua penumpang sudah sibuk menurunkan tas dari kabin atas dan mulai memakai jaket. Karena masih ada pengatur suhu di pesawat, saya memutuskan untuk memakai jaket saat merasa kedinginan. Ternyata, lima langkah keluar dari pesawat, saya sudah menggigil dan akhirnya mengeluarkan jaket dari tas. Melirik handphone yang baru saja hidup, pantas saja, suhunya 2 derajad celcius..brrr

Sebelum sampai di Belanda, saya sudah kontak PPI Belanda. Letak Enschede yang jauh, membuat Rusydi mengatakan mungkin nanti akan dijemput di train station Enschede saja. Akan tetapi, hari itu, Aufar, ternyata sedang akan menjemput temannya dan akan mengantar temannya ke Groningen. Supaya tidak bingung, saya memutuskan menunggu Aufar di Schiphol, supaya tahu tempat membeli tiket dan di station mana harus berangkat. Masalahnya, kereta pertama dari Enschede ke Schiphol di hari Minggu adalah jam 7.30, jadi Aufar baru sampai di Airport jam 10. Itu sebabnya, saya tidak terlalu terburu-buru. Menunggu antrian koper dengan sabar, kemudian sempat duduk meluruskan kaki di tempat duduk ruang tunggu Airport. Mengirim sms, BBM dan whatsapp ke keluarga dan teman bahwa sudah sampai di Belanda. Dan saat itu, saya menatap lampu-lampu di Schiphol dengan perasaan takjub, tidak percaya rasanya bisa sampai ke tempat ini.

Menunggu hampir 4 jam, membuat saya masih sempat bersih-bersih di toilet, jalan-jalan cari sarapan dan melihat-lihat toko-toko seputar Schiphol, plus mencari lokasi meeting point. Jam 10 lewat, ketemu dengan Aufar, yang kemudian menunjukkan tempat mencari tiket sampai mengantar langsung ke kereta.Thanks Aufar ^_^.

Meski jetlag, rasa excited membuat saya tetap melek sepanjang perjalanan di kereta. Ditunjang dengan kereta yang sepi, membuat saya malah asyik mencoba kamera lewat jendela kereta. Alhasil sebagian besar gambar blur nggak jelas karena si kamera ngak punya anti shake. Nah beberapa gambar yang agak mending kurang lebih seperti berikut.








Jam satu siang,  sampai di Enschede Train Station, saya menghubungi Rusydi via Whatsapp. Dengan bantuan Rusydi menyeret koper 26 kilo, kami berjalan menuju ITC Hotel. Ternyata tidak jauh, hanya 10 menit perjalanan. Tapi saat itu, saya nggak ngeh kalau train station dekat dengan hotel, efek kelelahan. Seminggu kemudian, saya baru sadar kalau train station itu dekat dengan hotel.

Rusydi juga menemani check in di hotel. Dari pihak admission ITC, sudah menitipkan paket ke resepsionis hotel. Isinya petunjuk untuk koneksi internet dengan account kampus, form yang harus diisi sebagai siswa baru, dan peta kota Enschede. Di resepsionis, kita juga bisa meminjam kabel untuk koneksi internet di kamar dengan membayar deposit 5 Euro. Selain itu untuk mendapatkan kunci laci di dapur, kita membayar deposit 20 Euro, saat mengembalikan kedua benda tersebut, uang deposit dapat diambil kembali. Dari kampus, diperoleh kartu mahasiswa sebagai kunci untuk masuk ruang tertentu, fotocopy, membayar makan di kantin juga kunci loker.

kunci dapur, loker, kartu kunci kamar dan kartu mahasiswa

Morning view from Room 210

Another view from my room

ITC Hotel
Setelah selesai urusan check in, Rusydi minta izin untuk mengerjakan tugas kelompok, Dan saat itu saya baru sadar mengantuuk sekali. Well, meski heater sudah di posisi maksimal, saya tetap menggigil kedinginan.

Suhu diluar masih menunjukkan 2 derajad celcius.
Enschede..Here i am.

Share on:
Visa Schengen ini, benar-benar diperoleh dengan perjuangan :)

Ini adalah satu postingan yang sangat terlambat. Tapi, better late than never hehehehe. Pengumuman beasiswa shortcourse sebenarnya sudah diterima sejak 9 Desember 2013.  Pihak Neso Indonesia, kemudian menghubungi lewat email untuk memastikan persiapan administrasi terkait StuNed Award Letter dan keberangkatan.

Sebagai PNS, saya memiliki pilihan untuk membuat paspor biru/paspor dinas untuk keberangkatan. Secara kebetulan juga, meski belum ada rencana untuk keluar negeri, pada tahun 2012, saya memperpanjang paspor hijau saya di Surabaya. Jadi pada dasarnya, saya bisa memakai paspor hijau atau paspor biru. Pihak Neso tidak mempermasalahkan jenis paspor mana yang digunakan, namun agar tidak terjadi masalah dengan instansi tempat bekerja, Neso menganjurkan untuk mengurus paspor biru. Dan jelas sekali, di PTN, perijinan berlapis harus dilalui.

Kendala yang muncul, secara formal untuk meminta izin dari kampus, saya memerlukan StuNed Award Letter. Sebelum StuNed Award Letter dikirimkan, pihak Neso akan menanyakan via email terkait kondisi terakhir, apakah mungkin sedang sakit/dalam perawatan, hamil dan lain-lain yang memungkinkan kita tidak dapat mengikuti program Short Course sesuai jadwal. StuNed Award Letter akan dikirimkan lewat pos. Surat sampai di tangan saya dua pekan setelah pengumuman. Setelah itu saya harus mengirimkan ulang surat penerimaan beasiswa shortcourse yang telah ditandatangani oleh Pimpinan, dalam hal ini ditandatangani Dekan.


Proses meminta persetujuan Dekan lumayan panjang. Secara formal, saya harus mendapatkan persetujuan dari seluruh personil di Jurusan Ilmu Komputer bahwa kepergian saya selama 3 bulan, tidak akan mengganggu tugas mengajar dan lain-lain. Jadi untuk keperluan tersebut, saya meminta petisi kepada seluruh dosen yang ada di Jurusan Ilmu Komputer ^_^. Awal Januari, persetujuan Dekan berhasil diperoleh, dan saya juga telah mengirimkan pemberitahuan kepada Student Affair ITC, University of Twente, bahwa saya mendapatkan beasiswa StuNed dan keseluruhan biaya shortcourse akan dibayarkan melalui Neso. Pihak Neso kemudian mengirimkan form  Term and Condition yang harus ditandatangani beserta form asuransi yang nantinya akan digunakan untuk membuat visa.

Awal Januari, setelah persetujuan Dekan, disposisi ke PD2, disposisi ke Ka Bag Kepegawaian, disposisi ke Ka Sub Bagnya, hampir sepekan,  setiap hari saya menyambangi Dekanat. Dengan waktu awal shortcourse yang dimulai 20 Januari, harapan tipis sekali jika menggunakan paspor biru/paspor dinas PNS. Mengantongi surat pengantar Dekanat, saya harus mengikuti jalannya surat (mengantar sendiri) ke Pembantu Rektor II, Ka Biro BAAK, Ka Biro Kepegawaian, Ka Bag dan Ka Sub Bag Studi Lanjut plus stafnya hehehe Jangan dikira semuanya selesai dalam satu hari, setiap bagian perlu satu hari untuk sampai ke bagian lain.

Tantangan selanjutnya adalah memastikan surat izin apa yang harus saya kantongi untuk pergi shortcourse. Daaan...belum ada case semacam itu, setidaknya di Unila, yang ditangani oleh Staf Kepegawaian  tersebut dan dibiayai beasiswa oleh pihak luar. Biasanya pelatihan berbulan-bulan dilakukan karena program Hibah atau Project. Dan dengan mengandalkan berbagai browsing, saya berusaha meyakinkan pihak Kepegawaian, bisakah saya pergi tanpa surat tugas belajar, karena short course saya hanya tiga bulan, sedangkan tugas belajar diperuntukkan untuk pelatihan minimal 6 bulan. (Trauma dengan surat tugas belajar saat S2 yang perlu waktu bertahun, baik tugas belajar maupun aktif dari tugas belajar). Akhirnya...pihak kepegawaian Rektorat memutuskan untuk membuat Surat Tugas Rektor dan mengijinkan saya menggunakan paspor hijau (Yeaaayy!!). Proses di Rektorat memakan waktu 1 pekan. Jadi, praktis waktu saya untuk apply visa hanya 10 hari sebelum berangkat.

Untuk mengurus visa Schengen, saya menghubungi mbak Dania di Neso Indonesia, Ada form aplikasi yang harus  diisi dan berikut adalah persyaratan yang harus dilengkapi.
  • Passport Asli
  • Pasphoto Berwarna dengan ketentuan sbb:  Ukuran Foto : 3.5 X 4.5 cm, Lebar Wajah Maksimal : 2 cm, Panjang Wajah Maksimal : 3 cm, Minimum resolusi : 400 dpi, Latar Belakang Putih. Kalau Anda tidak yakin dengan foto yang dimiliki, di Kedutaan Belanda juga disediakan jasa foto dengan membayar Rp.50.000
  • Copy surat penerimaan dari Universitas
  • Copy surat kontrak beasiswa (student award letter)
  • Copy Ticket Perjalanan (akan dilengkapi oleh Neso)
  • Copy Insurance Certificate (awardee meminta soft copy nya ke universitas)
  • Copy passport

Tanggal 10 Januari saya ke Jakarta untuk membuat visa di Kedutaan Belanda. Prosesnya harus datang langsung ke Kedutaan karena ada proses pengambilan sidik jari.  Sebelum ke Kedutaan, saya menyempatkan untuk datang ke Kantor Neso di Menara Jamsostek untuk memeriksa berkas kelengkapan lampiran visa dan form isian aplikasi visa. Pada aplikasi visa reguler, biasanya pemohon harus mendaftar dan datang sesuai waktu perjanjian. Berikut adalah link berisi keterangan dan proses untuk visa kunjungan singkat,
         www.indonesia-in.nlembassy.org 

Gedung Kedutaan Belanda di Jakarta
Sampai di Kedutaan Belanda, Satpam sudah mengarahkan dengan menanyakan keperluan dan mengarahkan tempat yang dituju. Ruang tunggu mirip tenda besar tapi kokoh, (note: saya membuat visa saat Jakarta dilanda banjir Januari lalu, jadi sepanjang hari ditemani hujan mulai dari rintik-rintik sampai deras). Karena seharusnya pemohon reguler membuat perjanjian, staf penerima akan menanyakan waktu perjanjian. Saat di Neso Indonesia, mbak Dania sudah menyatakan bahwa pihak Neso Indonesia sudah membuatkan janji dan bisa sepanjang waktu. Jadi, staf penerima memastikan ke petugas lain didalam Kedutaan terlebih dahulu dan ternyata masuk daftar red carpet alias bisa langsung diproses aplikasinya. 

Menunggu selama 10 menit, kemudian pemohon diatur untuk menuju ruangan lain yang berisi loket-loket. Tiap pemohon diberi nomor urut dan dipanggil untuk diambil sidik jari juga diwawancara seputar akan kemana, untuk urusan apa, menginap dimana dan lain-lain. Ajaibnya, ketika giliran saya, begitu melihat map orange yang saya bawa, staf Kedutaan langsung menebak, dari Neso ya mbak? saya hanya mengangguk, dan petugas hampir tidah bertanya banyak hal. Prosesnya hanya sekitar 1 jam, dan kemudian disampaikan bahwa visa bisa diambil keesokan harinya, Alhamdulillah...

Karena masih hujan, amat sangat deras sekali, saya masih duduk di bawah tenda Kedutaan sampai satu jam kemudian, berusaha menghubungi pihak Neso untuk melobby apakah visa bisa diwakilkan untuk pengambilannya. Saya memutuskan pulang ke Lampung pada saat itu karena saya sedang berusaha menyelesaikan seluruh kelas yang saya ampu beserta seluruh project mata kuliah.

Setelah berkali menghubungi mbak Dania tidak berhasil, saya memutuskan menembus hujan ke Menara Jamsostek. Jalan kaki ke halte busway terdekat dan mengambil salah satu jalur ke Kantor Neso. Dua jam kemudian, ternyata baru diperoleh kesimpulan bahwa visa bisa diwakilkan dan akan saya ambil hari Jum'at pekan depannya sebelum keberangkatan ke Belanda. Sampai disini, persiapan administrasi selesai, dan persiapan selanjutnya adalah... memastikan perlengkapan yang dibawa!

Saya sempat mampir ke salah satu Mall mencari thermal coat untuk persiapan berangkat, tapi ternyata tidak ada model yang saya rasa sesuai. Mau ke Mangga dua juga tidak bisa, karena banjir yang tinggi. Akhirnya, saya memutuskan pulang ke Lampung, dan belanja perlengkapannya sehari sebelum berangkat ke Belanda, sembari berdoa, semoga pekan depan, banjirnya surut hehehe. Praktis, 10 Januari itu, saya hanya sehari di Jakarta dan balik lagi ke Lampung pada malam harinya.

See you next posting, cerita saat hunting perlengkapannya lebih seru dan mendebarkan hehe.
Share on:
  • ← Previous post
  • Next Post →
  • Hi, I am Astria Hijriani. Now, i live in Enschede, Netherlands until 2018. I works as a Lecturer in Computer Science Department, Lampung University.
  • This blog capture some story from my life, my feeling, my activity and also my mind. You can contact me at astria.hijriani@gmail.com.
Founder of the website

Pageviews

Sparkline

Blog Archive

  • April 2018 ( 1 )
  • March 2018 ( 2 )
  • February 2018 ( 2 )
  • December 2017 ( 2 )
  • October 2016 ( 1 )
  • May 2016 ( 2 )
  • December 2015 ( 2 )
  • November 2015 ( 2 )
  • August 2015 ( 1 )
  • July 2015 ( 1 )
  • April 2015 ( 3 )
  • March 2015 ( 3 )
  • February 2015 ( 1 )
  • November 2014 ( 1 )
  • October 2014 ( 3 )
  • September 2014 ( 1 )
  • June 2014 ( 1 )
  • May 2014 ( 1 )
  • April 2014 ( 4 )
  • March 2014 ( 2 )
  • February 2014 ( 6 )
  • January 2014 ( 9 )
  • December 2013 ( 5 )
  • October 2013 ( 1 )
  • September 2013 ( 1 )
  • August 2013 ( 1 )
  • June 2013 ( 3 )
  • May 2013 ( 7 )
  • March 2013 ( 2 )
  • December 2012 ( 1 )
  • November 2012 ( 5 )
  • October 2012 ( 6 )
  • September 2012 ( 6 )
  • August 2012 ( 5 )
  • July 2012 ( 9 )
  • June 2012 ( 4 )
  • May 2012 ( 9 )
  • April 2012 ( 1 )
  • March 2012 ( 12 )
  • December 2011 ( 7 )
  • November 2011 ( 5 )
  • October 2011 ( 1 )
  • July 2010 ( 1 )
  • November 2009 ( 1 )
  • October 2009 ( 1 )
  • July 2008 ( 2 )
  • June 2008 ( 1 )
  • March 2008 ( 1 )
  • August 2007 ( 2 )
  • July 2007 ( 20 )

Popular Posts

  • Cara Membungkus Kado Bentuk Kemeja
    Ini postingan ringan, barangkali ada yang ingin berkreasi dalam membungkus kado atau bingkisan tertentu. Bentuk kemeja ini lumayan unik dan ...
  • Naik Apa ke Lampung dari Surabaya ?
    Selama jadi anak kost di Surabaya, sering sekali teman-teman bertanya, kalau pulang naik apa ke Lampung? Jawabannya biasanya gini, ya kalau ...
  • Berani Bongkar, Beruntung Bisa Pasang ~ Membersihkan Fan Acer 4732Z
    Liburan lalu, beberapa kali, laptop ini mati tiba-tiba, biasanya pada saat memainkan game yang membutuhkan grafis tinggi. Sempat sangat khaw...
  • Beasiswa Short Course StuNed
    Setiap bertemu dengan orang Indonesia di Enschede biasanya ditanya, -master atau PhD ? terus dijawab, ndak, saya shortcourse saja 3 bula...
  • Yang Mana Yang Berkualitas?
    Saya masih ingat sekali, pelajaran dasar yang diberikan Gem Cheong di kelas Total Quality Management. Gem menampilkan dua gambar berikut di ...
  • Operasi Gigi Geraham Bungsu dengan Fasilitas Askes ( I )
    Setahun lalu, melihat hasil foto rontgen panoramik gigi, dokter gigi di Surabaya sudah mengingatkan sejak awal, Mbak..sebaiknya geraham bung...
  • Operasi Gigi Geraham Bungsu (III)
    Sudah diniatkan ditulis sejak lama, tapi semuanya berubah ketika negara api menyerang :) eh eh nggak ding, karena mengkambinghitamkan 'm...
  • Beasiswa Pelatihan ITEC/SCAAP ke India
    Kenapa India? Mau Berangkat lagi? S3 ya, berapa tahun? Ngapain ke India? Mau ketemu Shahrukh Khan? Salam ya buat Shaheer Sheikh India...
  • Edisi Jajan dan Cari Oleh-Oleh di Palembang
    Jum'at sampai Ahad, 29 Nov-1 Des kemarin menyempatkan jalan-jalan ke Palembang. Menu utamanya wisudanya Destroyer eh Destri ding, tapi t...
  • Membayar Pajak Kendaraan di Samsat Corner Mall Kartini Lampung
    Bertahun-tahun punya motor, saya jarang menitipkan urusan bayar kendaraan ke biro jasa, kecuali pas waktu sibuk sekali. Biasanya saya bayar ...

My Tweet

Tweets by @astriahijriani

Do Not think too much, say thanks to Allah for another wonderful day

Even your worst day, that's still 24 hours only


Created By SoraTemplates | By Gooyaabi Templates - copyright 2017 - edited by @hijriani