Powered by Blogger.

Catatan Astri

I read, teach, travel, cook, learn new things, and write it

  • Home
  • My Words
  • IT 'n Science
  • Q-World
  • Oase
  • Let's Go!
    • Life at Enschede
    • Mumbai Story
    • Travelling
  • Ke Dapur
  • None Of Them

CATEGORY >



Buku bersampul merah ini kubaca untuk yang kesekian kali, menemani perjalanan dengan Sancaka Sore ke Kota Solo. Beberapa orang mungkin bilang, membaca buku yang sama berkali-kali itu aneh, tokh bukunya tidak berubah, tapi tidak menurutku. Kalau aku jatuh cinta dengan sebuah buku, maka setiap mulai membacanya aku merasa membaca sesuatu yang baru, menikmati petualangan dalam buku sebagai pengalaman baru. 
Karangan Tere Liye yang kubaca pertama kali adalah Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, dan tulisannya kemudian mulai mengisi koleksi bukuku jika ada kesempatan membaca atau sedikit dana luang untuk membeli buku.

Diantara karangan Tere Liye koleksiku yang lain, buku ini cukup tebal, ini identitas bukunya
Judul : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman          :  x+507 halaman
Cetakan           : I, Januari 2012
ISBN              : 978-979-22-7913-9

Ah, kisah pengemudi sepit dari tepian sungai Kapuas ini memang selalu memukau, meski kubaca berkali-kali. Bahkan meski badanku harus mengikuti gerak kereta api, aku masih bisa membuka tiap lembar dari novel ini.

 Namanya Borno, aslinya Borneo, dilafalkan agar mudah menjadi Borno. Pemuda yang menjadi tokoh utama novel ini, mengikuti tulisan takdir yang harus dijalani.Meski berganti profesi berkali-kali, mulai dari karyawan pabrik karet, pemeriksa karcis kapal feri, pegawai SPBU, membantu di warung tetangga, toko kelontong, memperbaiki genteng sampai mencari kucing hilang, akhirnya Borno harus berdamai dengan pilihan terakhirnya menjadi pengemudi sepit, seperti halnya bapaknya dan kakeknya. Sepit, berasal dari kata speed,  digunakan sebagai alat transportasi yang digunakan penduduk sekitar menyebrangi sungai Kapuas. Padahal profesi pegawai sepit ini, adalah profesi yang diwasiatkan oleh almarhum Bapaknya  untuk tidak dipilih.
Disinilah Borno bertemu dengan Mei, penumpang yang meninggalkan surat bersampul merah, dilem rapi, tanpa nama di bangku sepit yang dikemudikan Borno.

Rasa penasaran yang membuat Borno kemudian mencari pemilik surat bersampul merah.  Namun, ketika bertemu dengan Mei selanjutnya, Borno tidak bisa menanyakan perihal surat tersebut. Mei yang sedang membagikan angpao, mengira Borno sudah mendapatkan angpao, karena bentuk  angpao dan surat itu sama. Pertemuan dengan Mei, yang membekas bagi Borno, bujang dengan hati paling lurus sepanjang  tepian Kapuas, merajut benang merah bagi keseluruhan cerita novel ini.

Dan Borno berusaha untuk berjumpa dengan Mei. Berusaha datang agar mendapat antrian pengemudi sepit nomor 13 sesuai jadwal Mei menyeberang Kapuas, mencari apa yang harus diobrolkan saat berjumpa dengan Mei, mengajari mengemudikan sepit dan pertemuan-pertemuan lain yang secara tidak sengaja menjalin kisah Borno dan Mei menjadi menarik.

Novel ini juga bercerita tentang kisah cinta Bang Togar, pimpinan organisasi pengemudi sepit, yang mencintai dan berkomitmen berumahtangga dengan anak ketua Suku Dayak Pedalaman. Perjuangannya untuk mendapatkan Unai, istrinya,  justru berbuah masalah ketika mereka sudah menikah  karena Togar terlalu pencemburu. Sebuah hikmah bahwa kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi, bahkan pada orang yang saling mencintai. Pak Tua dan Borno, ikut menemani Togar saat menghadapi masa sulit memperbaiki rumah tangganya.

Tidak hanya kisah tentang Borno saja, novel ini juga menampilkan beberapa cerita tentang persahabatan dan kemauan keras untuk belajar. Borno dan Andi sebagai anak muda yang harus berjuang dengan kerasnya hidup dengan pendidikan SMA, juga ketika Borno kemudian memutuskan untuk membangun bengkel bahkan melanjutkan kuliah  jurusan Mesin. Konflik  cerita yang menyedihkan juga terlihat pada saat Borno, yang akhirnya tahu siapa nama Mei, adalah pada momen  Mei harus pergi kembali kuliah ke Surabaya. Ketika Borno menemani Pak Tua ( orang yang dalam novel ini seperti pengganti Bapak bagi Borno) berobat ke Surabaya, Borno bertemu dengan Mei, sekaligus mengetahui bahwa Ayah Mei tidak menyukai keberadaan Borno.

 Borno, yang kembali ke Pontianak dengan hati hampa berusaha menata hidupnya. Muncul tokoh Sarah, dokter gigi, yang ternyata punya keterkaitan kuat dengan keluarga Borno. Ayah Sarah adalah orang yang menerima transplantasi jantung Ayah Borno. Saat Borno kecil, Ayahnya terkena sengatan ubur-ubur, dokter menyatakan nyawanya tidak akan bisa diselamatkan. Dan Ayah Borno memutuskan untuk mendonorkan jantungnya kepada pasien yang membutuhkan, yaitu Ayah Sarah.  Sarah ternyata adalah teman masa kecil Mei. Keterikatan kedua keluarga , Borno dan Sarah, karena kenangan masa lalu, menyebabkan Sarah banyak terlibat dalam hidup Borno, menjadi sahabat dan adik bagi Borno. Mulai dari perlombaan sepit dengan hasil yang mencengangkan, makan malam keluarga,  perjalanan memancing bersama para pengemudi sepit, hingga perjalanan pertama Borno menyeberang ke Malaysia.

Kearifan Hidup dalam Jalinan Kata
Inilah salah satu kekuatan novel dari Tere Liye, berbagai pernyataan dan dialog yang menampilkan berbagai kearifan memahami hidup, berikut beberapa diantaranya
---Camkan, bahwa cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, Andi. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi
---Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan terbaiknya
---Cinta bukan kalimat gombal, cinta adalah komitmen tak terbatas, untuk saling mendukung, untuk selalu ada, baik senang maupun duka.
---Bagi bayi, sakit adalah tahapan naik kelas, sakit sebelum merangkak, sakit sebelum bisa berdiri, sakit sebelum bisa berjalan. Bagi kita yang jelas tidak mengulum jempol lagi, sakit adalah proses pengampunan
---Kala hati kau sedang banyak pikiran, gelisah, kau selalu punya teman dekat. Mereka bisa jadi penghiburan, bukan sebaliknya tambah kau abaikan. Habiskanlah masa-masa sulit kau dengan teman terbaik, maka semua akan lebih ringan.
--- Kau tahu apa yang bisa dengan segera membuat tampang kusutmu mencair seperi mentega lumer di penggorengan, sebal di hati pergi seperti kotoran disapu air? Sederhana. Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan. Seketika, wajah kau tak kusut lagi
---Rasa sedih melihat teman terbaik menangis ternyata bisa berubah menjadi semangat menggebu tiada tara. Rasa pilu  melihat teman baik teraniaya, bahkan konon bisa mengubah seorang pengecut menjadi panglima perang
---Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut dengan cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cueki, kau lupakan, maka gumpal cinta itu dengan cepat akan layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan.

Keping Puzzle Cerita yang Bermakna
Ada banyak sekali yang membuat novel berlatar belakang kota Pontianak ini menjadi bacaan yang sulit dihentikan, menurutku ini beberapa alasannya :
  • Tere Liye selalu sabar mengakhiri setiap novelnya, setiap konflik diceritakan dengan runtut, satu persatu, merangkai kepingan puzzle yang diakhiri dengan tidak tergesa-gesa, manis dan mengejutkan di akhir cerita
  • Setiap dialog disesuaikan dengan latar cerita, namun masih terbaca bagi orang awam yang membacanya. Nuansa dialog Pontianak kentara, tapi dengan bahasa yang mudah dipahami. Penggambaran latar cerita, bisa membuat pembaca benar-benar berada di Pontianak (baru tahu juga kalau Pontianak itu nama hantu J ) dan merasa berkali-kali menyeberangi Kapuas. Bahkan ketika bab yang menceritakan Pak Tua dan Borno pergi ke Surabaya, detil tentang Surabaya diceritakan dengan proporsi yang pas.
  • Lima ratus halaman ini tidak melulu bercerita tentang cinta, ada kisah kepatuhan Borno terhadap ibunya, kisah persahabatan Borno dan Andi, ada kisah bijak yang diselipkan dengan tokoh Pak Tua, ada kepingan nasionalisme yang diselipkan saat kunjungan ke Malaysia, juga kisah menggugah semangat dan wirausaha saat Borno merintis bengkel usahanya bersama Andi dan Bapaknya.
  • Tak lupa bumbu lucu dan kekonyolan dalam beberapa percakapan, sarat dengan ungkapan sederhana yang menyunggingkan senyum. Misalnya, saat Borno dan Andi meributkan kentut Cinderella atau wajah induk beruang kehilangan anak , juga sindirian bijak khas Pak Tua. Kekonyolan khas anak muda juga terlihat saat Andi membohongi Borno, bahwa Mei kembali, dan balas dendam Borno dengan mengerjai Andi di bengkel Bapaknya.

Kalau ada kelemahan dalam novel ini, sulit sekali untuk ditemukan. Meski ada yang mengganjal tentang bagaimana Bapak Borno menyatakan mengikhlaskan jantungnya didonorkan dalam kondisi yang dinyatakan tidak dapat diselamatkan, hal itu dapat dimaklumi sebagai bagian dari cerita masa lalu. Dan salah satu yang jelas nyata dari novel ini adalah kenyataan bahwa ini adalah kisah fiksi. Kisah ini ditutup dengan dibacanya surat bersampul merah yang sejak awal disimpan tanpa dibuka oleh Borno, dan memberi akhir cerita sebagai kisah yang manis.

Namun, paling tidak, kisah sederhana Mei, Borno, Pak Tua, Sarah, Andi, Togar dan lain-lainnya, yang diramu dengan sangat baik ini, memberi banyak hikmah tentang hidup. Paradoks, bahwa hidup kadang menuai banyak inspirasi kisah yang cantik sekaligus kenyataan kisah hidup tidak selalu secantik cerita yang diberi inspirasi.  Yang bisa dilakukan untuk hidup  adalah bersyukur, apapun rasanya, berusaha yang terbaik untuk menuliskan kisah kita sendiri.

Nah sudah sampai Stasiun Solo Balapan.. wah..novel ini akan lebih menarik kalau Anda baca sendiri, sungguh…
Share on:
Buku ini sangat lekat dengan karakter Dahlan Iskan, dan memang sah-sah saja menulis biografi dalam bentuk novel semacam ini. Apalagi, buku ini memang ditulis dengan baik. Kalau, tokoh bukunya orang yang tidak banyak dikenal, misal sepatu Sumardi atau sepatu Tono mungkin kisah akan buku ini akan sangat berbeda ^_^.

Ya..siapa yang tidak kenal Dahlan Iskan? Iya sih..kalau ditanya ke mbah-mbah di pelosok yang gak tahu TV atau orang-orang yang sibuk bekerja sehingga tidak memperhatikan Indonesia di pucuk sana  ya mungkin gak tahu. Tapi setidaknya, Dahlan Iskan dikenal sebagai salah satu Menteri oleh sebagian besar rakyat Indonesia (note : saya bahkan tidak kenal semua Menteri karena seringnya ada perubahan posisi di kabinet err dulu waktu sekolah hafal, karena sejak kelas 5 SD sampai kelas 3 SMP selalu ikut lomba cerdas tangkas P4 yang pertanyaannya pasti ada unsur kabinet hehe ) Oopps bukan ini yang mau diceritakan ding..

Saya pribadi, pertama kali tahu Dahlan Iskan karena kisah beliau yang menjalani cangkok hati di Beijing, pernah membaca tulisan tersebut entah di koran mana dan tahun berapa gitu. Kemudian saat Dahlan Iskan menjadi Direktur PLN, saya sering mengikuti tulisan di blog beliau, tulisan beliau memang selalu menarik. beliau salah satu orang yang bisa menuangkan ide dan gagasan dengan segenap posisi yang sekarang beliau miliki dimanapun beliau berada.

Sebelum saya lanjutkan, mmmm.. ini bukan kampanye tentang Dahlan Iskan, saya bukan fans beliau, tapi banyak aktifitas beliau tidak bisa dikatakan jelek bahkan layak untuk diacungi jempol, ditiru oleh siapapun yang mendapat amanah kekuasaan dan digugu oleh generasi manapun yang berharap Indonesia bisa jadi lebih baik. Nah buku ini salah satu paket sepak terjang beliau, hasil penjualan buku akan disisihkan untuk memberikan sepatu untuk anak-anak Indonesia. Hmm masih adakah anak Indonesia yang belum memakai sepatu ? Ya, masih banyak!

 Kisah utama novel ini, menceritakan bagaimana Dahlan Iskan kecil yang sangat menginginkan memiliki sepatu. Sepatu bukan sesuatu yang mudah untuk kehidupannya kala itu, saat makan seharusnya menjadi prioritas utama, dan bukannya alas kaki. Novel ini juga menceritakan timpangnya kehidupan keluarga Dahlan saat ibu mereka meninggal dan bagaimana perjuangan Dahlan menempuh sekolah yang berat karena ditempuh dengan harus berjalan kaki 12 km pp. Tidak lupa beberapa kisah lucu dan konyol mewarnai buku ini, jatuh cinta ala abg atau kisah semangat yang ditularkan pada pertandingan bola volley. Kisah ini diceritakan apa adanya, juga saat Dahlan nekad mencuri sebatang tebu untuk adiknya agar tidak kelaparan, mengambil uang simpanan ayahnya untuk nekad membeli sepatu, yang batal karena bahkan uang itu bahkan tidak cukup untuk membeli sepatu bekas. Dan yang menarik adalah, Dahlan selalu menulis, ya semua perih, kecewa, senang dan sedihnya dituliskan dalan catatan harian, khas seorang penulis.

Membaca buku ini, sungguh mengingatkan saya pada masa saya dulu SD. Alhamdulillah..keluarga kami memang tidak menghadapi cobaan seberat keluarga Dahlan kecil. Tapi melihat lingkungan sekitar kami, setiap lembar dalam buku Sepatu Dahlan, 370 halaman itu terlihat nyata.

Dulu, di sekolah dasar yang ada di pelosok lampung, hanya setengah dari penghuni kelas yang bersepatu, sisanya bebas nyeker ria, bertelanjang kaki. Dan saya tahu pasti, mana teman-teman yang benar-benar makan tiga kali sehari, mana yang makan cuma sekali atau dua kali sehari dengan lauk seadanya. Kadang, ada yang pingsan di sekolah karena lapar. Kalau sepulang sekolah, main ke rumah teman, biasanya mereka menawari saya ikut makan, jarang ada nasi dibawah tutup saji, lebih sering tiwul/nasi jagung dan sambel terasi atau ikan asin yang sudah jadi lauk mewah mereka (makan nasi putih anget pake terasi bakar itu enak lho). SMP dan SMA di tempat kami hanya ada di kota kabupaten, sekitar 22-25 km dari rumah, hanya ada dua pilihan, kost atau naik angkot, saya nyerah naik angkot jadi saya memilih jadi anak kost :). Tetap saja kalau weekend pulang dari kost, saya harus berjalan kaki dari pasar ke rumah (kalau tidak dapat tumpangan), karena tidak ada kendaraan , sekitar 2 km. Jadi setiap hari berjalan kaki 12 km, itu sangat berat saudara-saudara, plus.. bagi Dahlan, itu dijalani tanpa alas kaki...

"Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya" begitu ditulis Dahlan Iskan, ya, sikap itu terlihat pada falsafah hidup yang sederhana. Diceritakan di novel tersebut, Dahlan memelihara domba, amat sangat banyak menurut saya, diatas dua puluh kalau tidak salah. Dulu saya sering menemani teman angon kambing/sapi, mengurus empat kambing saja sudah repot :p, apalagi puluhan. Satu atau dua ekor dombanya , kalau dijual, cukup untuk membeli sepatu. Tapi itulah khas pemikiran orang desa, ketika sepatu bukan prioritas utama, maka tidak akan dikorbankan apa yang dimiliki. Saya dulu sering melihat rumah-rumah yang di survey sebagai keluarga pra sejahtera karena rumahnya belum berdinding bata, jadi masih dari anyaman bambu, padahal di belakang rumah, mereka punya 4 sapi dan beberapa kambing.

Selain itu, novel ini juga dibumbui dengan kisah persahabatan antara Dahlan dengan teman-temannya, dan tak lupa hubungan yang unik antara Dahlan dan Ayahnya. Buku ini dikemas oleh pengarangnya, Khrisna Pabhicara dengan bahasa yang lincah, jenis buku yang kisahnya menuai banyak hikmah. Pada akhir cerita, Dahlan memang memiliki sepatu, hasil menjadi pelatih bola volley dan ditambah dengan pemberian ayahnya, tapi tetap saja, agar tidak rusak, Dahlan tidak memakai sepatunya setiap hari ^_^ .

Semoga, kita selalu bisa bersyukur dengan setiap pemberian Allah kepada kita.
Share on:
Ini hasil dari rencana tak terduga dengan one of my 'partner in crime' , kesasar nonton film Brave. Film ini cukup bagus, dari sisi cerita, gambar, musik dll. Meski film Disney, tapi genre mengikuti perkembangan kisang dongeng masa kini, si Putri keluar dari pakem film Disney lama yang biasanya lemah lembut, taat aturan. Cukup unik, dan menarik, layak ditonton.

Film ini mengisahkan Merida, si Putri sulung salah satu suku, yang sejak kecil diberi pendidikan untuk menjadi putri yang sempurna dari Ibunya, Sang Ratu. Tapi Merida, adalah putri yang menyukai aktifitas fisik seperti berkuda, memanah sebagaimana laki-laki di sukunya. Masalah dimulai ketika Merida harus memilih pelamar yang berasal dari suku lain. Pernikahan bagi ibunya, dianggap sebagai jalan untuk mendamaikan pertikaian antar suku. Merida yang merasa belum siap kemudian bertemu seorang penyihir dan meminta bantuannya untuk mengubah niat sang Ibu. Si Penyihir memberi mantera yang merubah Ratu. Nah..ternyata perubahan yang terjadi diluar bayangan Merida, dan dia bertekad untuk memperbaikinya... Berhasilkah Merida ? Hehe tonton sendiri ya ^_^

Di video clip di bawah ada soundtrack dari film ini, judulnya touch the sky, lagu dan musiknya bagus..
 


When cold wind is a' calling, and the sky is clear and bright
Misty mountains sing and beckon, lead me out into the light
I will ride, I will fly, chase the wind and touch the sky
I will fly, chase the wind and touch the sky
Where dark woods hide secrets and mountains are fierce and bold
Deep waters hold reflections of times lost long ago
I will hear their every story, take hold of my own dream
Be as strong as the seas are stormy, and proud as an eagle's scream
I will ride, I will fly, chase the wind and touch the sky
I will fly, chase the wind and touch the sky
And touch the sky, chase the wind
Chase the wind, touch the sky

Hmmm wanna touch the sky ?
Share on:
Jujur sebenarnya gak tahu bisa sampai postingan ini jadi. Ada banyak sekali yang bersliweran di kepala, dan bukan hal ini yang menguasai isi kepala, tapi..astri memaksakan diri untuk menulis, melakukan sesuatu, agar tidak cuma menatap kosong ke layar laptop...

Buku ini salah satu harta astri. Mungkin hobby membaca astri tidak seberapa, lebih banyak yang lebih cinta buku, tapi salah satu buku ini istimewa, karena sudah menjadi koleksi astri sejak belasan tahun lalu, sepertinya 15 atau 16 tahun gitu. He he kalau anak kecil sudah smp ABG ya dah 15 tahun gitu :). Sudah dibaca ratusan kali sepertinya.. ikut di kotak buku astri dari masih SMA, ikut ke Jogja waktu kuliah S1, ikut waktu ngekost tahun pertama kerja, ikut waktu kemudian pindah menumpang di rumah kakak dan masuk juga waktu pindah s2 ke Surabaya...

Apa ya istimewanya buku ini...entahlah..bentuknya sudah tidak karuan, coklat dan berbentuk lembaran.. dan meski berkali-kali pengen menjilidkan biar rapi, tetap saja astri selalu lupa.. ^_^.
Buku ini astri temukan di kolong tempat tidur waktu kost di kelas 1 SMA. Sepertinya, penghuni yang lama menjatuhkan dan lupa. Pertama kali membaca langsung jatuh cinta :).
Dulu buku ini pernah jadi serial TV, masa-masa cuma ada TVRI kalau nggak salah, diputar setiap hari minggu siang. Ini kisah Laura Ingalls Wilder dan keluarganya. Judul serial TVnya Little House on the Prairie.

Astri memang suka kisah dengan setting pada masa itu, dan bukunya jauh lebih menarik. Buku ini merupakan serial lanjutan dari filmnya, yang ini berjudul Kota Kecil di Padang Rumput. Setiap detil ceritanya membuat pembaca benar-benar bisa merasakan tempat yang diceritakan. Misalnya menceritakan tentang limun, maka setiap membaca bab tersebut, astri seperti bisa merasakan rasa manis dan segar si limun. Saat menceritakan rumah baru Laura, maka serasa harum bau kayu rumah ada di sekitar. Atau saat membaca bagian tentang bagaimana bekerja keras membersihkan rumah, si pengarang benar-benar bisa memberitahu bagaimana sulitnya pekerjaan yang harus dilakukan.

Buku ini juga bisa memberikan beberapa kisah bijak, lucu, konyol dan menarik. Manis, pahit, sedih dan juga menggembirakan terangkum dan diceritakan dengan baik, mengikutsertakan pembaca kedalam cerita. Kisah-kisah penyemangat dan sikap positif dalam menghadapi masalah hidup juga disampaikan dengan halus. One of my favourites books. Salah satu cita-cita astri adalah melengkapi koleksinya, sayang.. sampai sekarang astri belum menemukan serial lainnya.
Share on:
  • ← Previous post
  • Next Post →
  • Hi, I am Astria Hijriani. Now, i live in Enschede, Netherlands until 2018. I works as a Lecturer in Computer Science Department, Lampung University.
  • This blog capture some story from my life, my feeling, my activity and also my mind. You can contact me at astria.hijriani@gmail.com.
Founder of the website

Pageviews

Sparkline

Blog Archive

  • April 2018 ( 1 )
  • March 2018 ( 2 )
  • February 2018 ( 2 )
  • December 2017 ( 2 )
  • October 2016 ( 1 )
  • May 2016 ( 2 )
  • December 2015 ( 2 )
  • November 2015 ( 2 )
  • August 2015 ( 1 )
  • July 2015 ( 1 )
  • April 2015 ( 3 )
  • March 2015 ( 3 )
  • February 2015 ( 1 )
  • November 2014 ( 1 )
  • October 2014 ( 3 )
  • September 2014 ( 1 )
  • June 2014 ( 1 )
  • May 2014 ( 1 )
  • April 2014 ( 4 )
  • March 2014 ( 2 )
  • February 2014 ( 6 )
  • January 2014 ( 9 )
  • December 2013 ( 5 )
  • October 2013 ( 1 )
  • September 2013 ( 1 )
  • August 2013 ( 1 )
  • June 2013 ( 3 )
  • May 2013 ( 7 )
  • March 2013 ( 2 )
  • December 2012 ( 1 )
  • November 2012 ( 5 )
  • October 2012 ( 6 )
  • September 2012 ( 6 )
  • August 2012 ( 5 )
  • July 2012 ( 9 )
  • June 2012 ( 4 )
  • May 2012 ( 9 )
  • April 2012 ( 1 )
  • March 2012 ( 12 )
  • December 2011 ( 7 )
  • November 2011 ( 5 )
  • October 2011 ( 1 )
  • July 2010 ( 1 )
  • November 2009 ( 1 )
  • October 2009 ( 1 )
  • July 2008 ( 2 )
  • June 2008 ( 1 )
  • March 2008 ( 1 )
  • August 2007 ( 2 )
  • July 2007 ( 20 )

Popular Posts

  • Cara Membungkus Kado Bentuk Kemeja
    Ini postingan ringan, barangkali ada yang ingin berkreasi dalam membungkus kado atau bingkisan tertentu. Bentuk kemeja ini lumayan unik dan ...
  • Naik Apa ke Lampung dari Surabaya ?
    Selama jadi anak kost di Surabaya, sering sekali teman-teman bertanya, kalau pulang naik apa ke Lampung? Jawabannya biasanya gini, ya kalau ...
  • Berani Bongkar, Beruntung Bisa Pasang ~ Membersihkan Fan Acer 4732Z
    Liburan lalu, beberapa kali, laptop ini mati tiba-tiba, biasanya pada saat memainkan game yang membutuhkan grafis tinggi. Sempat sangat khaw...
  • Beasiswa Short Course StuNed
    Setiap bertemu dengan orang Indonesia di Enschede biasanya ditanya, -master atau PhD ? terus dijawab, ndak, saya shortcourse saja 3 bula...
  • Yang Mana Yang Berkualitas?
    Saya masih ingat sekali, pelajaran dasar yang diberikan Gem Cheong di kelas Total Quality Management. Gem menampilkan dua gambar berikut di ...
  • Operasi Gigi Geraham Bungsu dengan Fasilitas Askes ( I )
    Setahun lalu, melihat hasil foto rontgen panoramik gigi, dokter gigi di Surabaya sudah mengingatkan sejak awal, Mbak..sebaiknya geraham bung...
  • Operasi Gigi Geraham Bungsu (III)
    Sudah diniatkan ditulis sejak lama, tapi semuanya berubah ketika negara api menyerang :) eh eh nggak ding, karena mengkambinghitamkan 'm...
  • Beasiswa Pelatihan ITEC/SCAAP ke India
    Kenapa India? Mau Berangkat lagi? S3 ya, berapa tahun? Ngapain ke India? Mau ketemu Shahrukh Khan? Salam ya buat Shaheer Sheikh India...
  • Edisi Jajan dan Cari Oleh-Oleh di Palembang
    Jum'at sampai Ahad, 29 Nov-1 Des kemarin menyempatkan jalan-jalan ke Palembang. Menu utamanya wisudanya Destroyer eh Destri ding, tapi t...
  • Mampir ke Monas
    Ini salah satu mimpi waktu masih kecil, melihat Jakarta dari puncak Monas ^_^.  Dulu, pernah berkunjung ke tempat ini, waktu masih SD ras...

My Tweet

Tweets by @astriahijriani

Do Not think too much, say thanks to Allah for another wonderful day

Even your worst day, that's still 24 hours only


Created By SoraTemplates | By Gooyaabi Templates - copyright 2017 - edited by @hijriani