Postingan ini gegara chat seorang teman berbulan lalu yang bilang, mbak, dilihatlah start up usaha di Belanda, kali aja ada yang cocok buat dikembangkan di Indonesia. Kalau ada waktu senggang, saya sering mengamati dan sesekali browsing, bagaimana peluang yang ada mereka wujudkan jadi bisnis yang menghasilkan. Bisnis sepeda ini salah satunya. Oh ya, bisnis sepeda ini kenaikannya sebanding dengan tingkat pencurian sepeda disini.
Sepedanya warna-warni, so far yang pernah dilihat, orange, biru, hitam, merah |
Katanya, negeri ini bike lovers. Gak sah rasanya, kalau datang kesini dan tidak mencoba naik sepeda. Daerahnya yang relatif datar dengan jalur sepeda yang jelas dipisahkan dengan mobil dan bis menambah banyak kemudahan untuk bersepeda. Biasanya mahasiswa yang baru datang ke Belanda akan segera mencari info tentang sepeda baik beli yang second atau baru untuk mobilitas. Harga jelas bervariasi, tergantung kondisi sepeda, kalau beruntung, anda juga bisa mendapat sepeda gratis, peninggalan orang yang mungkin baik hati atau desperate dengan kondisi sepedanya. Kalau datang hanya hitungan hari, juga bisa menggunakan jasa penyewaan sepeda.
Saya termasuk orang yang tidak membeli sepeda pada saat awal datang ke Belanda. Kenapa? pertama, karena kampus ITC terjangkau dengan jalan kaki, kedua karena datang pada saat musim gugur dan musim dingin yang lumayan panjang sehingga tidak nyaman untuk naik sepeda. Nah, masuk musim semi (setengah musim panas) tiba-tiba pengen sepedaan, maka saya teringat seorang tetangga kamar dari Chille yang bilang bahwa dia menyewa sepeda selama di Belanda. Orangnya hanya dua bulan di Belanda, dan setiap hari ke UT Campus dengan bersepeda. Saat kontak, si teman menyampaikan info bahwa ia menyewa sepeda dari swapfiets.
Kenapa saya nggak beli sepeda second saja? Karena males hahaha. Kalau membeli sepeda, misal dapat yang murah meriah 50 Euro, maka saya tetap harus mengurus sepeda saat pulang nanti, menjual lagi dan seterusnya. Waktu di Belanda hanya sekitar 2-3 bulan, jadi naluri iseng saya, kemudian membawa saya ke website swapfiets https://swapfiets.nl/. Website terlihat sederhana, FAQ nya lumayan jelas, dengan pilihan bahasa Dutch atau English. Untuk student mereka menawarkan diskon Omafiets menjadi 12 Euro/bulan dari harga semula 15 Euro/bulan. Dan mendaftarlah saya untuk order swapfiets.
Kurang dari 10 jam, mereka kontak lewat telpon, kapan dan dimana bisa bertemu untuk antar sepedanya. Saya klik order pagi, sorenya mereka kontak. Dari Thomas, orang yang mengantar sepeda, mengatakan bisnis ini menggunakan sistem franchise. Cabangnya ada di 22 kota di Belanda, Belgia dan Jerman. Di Enschede saja, mereka sudah punya 700-an sepeda sejauh ini, padahal mereka masuk Enschede baru Agustus 2017 lalu. Saat bilang kalimat ini, ada nada bangga di suaranya.
Perlengkapan untuk service dan setting sepeda cukup lengkap |
Jadi, sepeda yang diantar, akan disesuaikan dengan tinggi si pemakai. Thomas membawa perlengkapan yang cukup untuk hal tersebut. Setiap kali ada kerusakan sepeda, kita tinggal telpon dan mereka akan datang, menggantinya dengan sepeda yang baru. Jika sepeda hilang (Semoga nggak ya Allah), maka kita kena denda 40/60 Euro sesuai dengan jenis kehilangan. Jenis kehilangan ini maksudnya, apakah sepeda sudah dirantai double atau belum, dan setelah itu mereka akan mengganti dengan sepeda baru. Jadi intinya, biaya bulanan yang dikeluarkan kurang lebih seperti biaya maintenance sepeda.
Administrasi didukung dengan aplikasi dan paperless |
Penyelesaian proses pembayaran dilakukan dengan aplikasi di ponsel. Thomas mencatat rekening bank, memastikan kartu identitas penyewa dan pembayaran melalui rekening bank langsung. Ia juga memastikan nomor rangka sepeda dan menyimpan di aplikasi. Done, sepeda siap dipakai. Konsep sewa ini, pernah juga saya coba waktu di Jogja, untuk sewa motor. Tapi memang untuk sistem harian, entah kalau sistem bulanan, saya belum pernah dengar. Disini sepeda memang bisa jadi transportasi utama. Jika datang dengan durasi short period, ide swapfiets ini lumayan menarik.
Sejauh ini, permasalahan utamanya adalah berhenti. Iya, karena ini Omafiets, maka rem sepeda adalah dengan membalik putaran pedal. Dan, saya masih harus belajar buat nge-rem, terutama saat berhenti di lampu merah.
Jadi, kira-kira cocok nggak ya buat diterapkan di Indonesia?
(Sambil berfikir, kalau di Susunan Baru dengan kontur jalan yang naik ...hmmmm...)
Disclaimer : ini bukan postingan endorse atau promo, sekedar belajar menulis apa yang ada di kepala.
Enschede, 29 April 2018